Undang-Undang (UU) adalah instrument yang paling strategis untuk menampung hasrat politik. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pembuatan UU selalu muncul kepentingan-kepentingan yang terlindungi.. Selain itu, UU adalah instrument hukum satu-satunya yang dapat merenggut Hak Asasi Manusia melalui kesepakatan antara parlemen notabene DPR dan presiden. Oleh karena itu, setiap pembuatan UU haruslah memenuhi syarat-syarat yang demokratis dengan peraturan yang ketat agar dapat meminimalisir permainan politik yang hanya menguntungkan segolongan pihak dan mengabaikan kepentingan pihak lainnya.
Dalam pembuatan UU, kita harus dapat menyusun naskah akademik yang seharusya menjadi dasar pembuatan UU itu sendiri. Ironinya, beberapa naskah akademik dari RUU yang muncul belakangan ini tidak sejalan. Idealnya, naskah akademik dibuat untuk melakukan perlindungan menyeluruh bagi korban akan tetapi hasilnya terkadang tidak sinkron dengan produk pasal yang dilahirkan melalui UU atau peraturan dibawahnya. Hal ini dikarenakan, naskah akademik pada RUU yang ada dibuat jauh sebelum jadwal pengesahan dan tidak dikaji ulang secara holistic dalam kurun waktu tertentu, sehingga bisa jadi telah ada perubahan situasi dan kondisi yang mengharuskan adanya perubahan dan perkembangan pada naskah akademik tersebut. Namun, sekalipun naskah akademik mendapatkan perhatian dan dilakukan perubahan, seringkali naskah akademik tidak dibahas sama sekali pada saat pembuatan UU dan hanya disertakan sebagai formalitas belaka. Kepentingan politik merupakan agenda utama dalam pembuatan UU. Itulah mengapa sulit bagi kita untuk mempercayai pembuatan UU yang ada di Indonesia ini akibat penyakit kronis parlemen yang “buta” akan kepentingan politiknya.
Sejalan dengan itu, dalam rangka menggugah kesadaran Publik, ALIT Indonesia mengadakan diskusi dengan tema “Mengkritisi RUU KUHP dan RUU PKS Demi Melindungi Kelompok Rentan (Perempuan dan Anak-Anak)”pada hari Kamis, 26 September 2019 di MABES ALIT, Jl Ketintang Madya No.73, Surabaya. Tidak kurang 83 peserta dari berbagai kalangan antara lain mahasiswa, dosen, pelajar dan profesi bergabung untuk mencermati munculnya berbagai RUU pada akhir masa jabatan anggota DPR RI yang tinggal menghitung hari.
Upaya-upaya untuk mengkritisi RUU menjadi penting dan krusial bagi masyarakat karena UU tersebut akan berpengaruh bagi kehidupannya. Ketika norma hukum dalam RUU tersebut disahkan, besar kemungkinan pasal-pasal dalam RUU tersebut diinteprestasi berbeda-beda. Apabila, pasal-pasal dalam RUU merupakan pasal karet dan memunculkan penafsiran secara luas maka akan banyak masyarakat yang dirugikan akibat munculnya multiinteprestasi. Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat memiliki kewajiban untuk mengawal setiap pembuatan UU. Sehingga munculnya beberapa RUU akhir-akhir ini memunculkan polemik di masyarakat yang menimbulkan pro dan kontra untuk menerima atau menolak keberadaan RUU tersebut.
Anthon Kurniawan
Staff Advokasi ALIT Indonesia
Ketintang Madya No. 73, Surabaya