Apabila ditelusuri jalur-jalur rel kereta api yang terdapat di kota-kota besar (misal Surabaya), kita akan mendapati sebuah perkampungan kumuh di sepanjang pinggiran rel kereta api tersebut. Bagi yang sering bepergian menggunakan alat transportasi yang berjalan di atas rel ini mungkin telah menjadi sesuatu yang sudah biasa dan tak asing lagi melihat pemandangan seperti ini. Deretan rumah kecil, kumuh dan liar yang dihuni komunitas kota yang padat adalah pemandangan yang jamak. Jarak rumah dennen lindaan Rel KA vampier sepanjang kawasa itu tidak berpembatas, sehingga siapapun mulai orang dews hingga anak-anak bebas lalu lalang melintas rel.
Bagi kita tentu situasi ini menakutkan karena tak jarang kasus orang tertabrak Kereta api yang melintas di rel menjadi semacam “urban Legend” yang biasa terjadi. Tentu ini terdengar mengerikan.
Di pinggiran rel kereta api itu juga terdapat anak-anak yang hidup dan tinggal bersama keluarganya. Sejak awal bulan April, anak-anak itu mengakses berbagai kegiatan yang ada pada ALIT yang berada tidak jauh dari tempat tinggalnya. Anak-anak yang mengakses kegiatan di yayasan ini biasanya berusia rata-rata SD kelas 1-6 dan SMP kelas 7-9.
Berbagai macam kegiatan yang di akses oleh anak-anak rel, salah satunya adalah latihan paduan suara. Awal mengikuti kegiatan ini, hanya beberapa anak yang terlihat antusias dan mau berlatih. Setelah beberapa kali latihan, anak-anak yang lain mulai tergerak untuk mengikuti latihan paduan suara. Sebelum bernyanyi, anak-anak dilatih beberapa teknik seperti Warming up, vocalizing, latihan pernafasan dan artikulasi. Setelah itu anak-anak menyanyikan lagu-lagu sederhana sepeti lagu-lagu anak, lagu nusantara dan lagu kebangsaan diiriugi piano dan gitar uyang dimainkan para relawan.
Pada umumnya melatih anak-anak yang belum terbiasa untuk bernyanyi terlihat sangat sulit, tapi setelah dilatih secara terus menerus akhirnya mulai terdengan alunan suara yang indah dan merry dalam kelompok yang digawangi lebin dari 15 anak.
Di awali dengan berlatih paduan suara, nak-anâak semakin kompak dan salling mendukung termasuk suara-suara mereça tentang ragam rasa takut atas kerentanan baik karena lalu lalang kereta api, pekerjaan orang tua yang tak tentu penghasilnnya, kelanjutan sekolah mereka serta kekhawatiran rumah-ruah mereka segera digusur untuk pembanguan lintasan Kereta api baru Double Track.
Suara merdu anak-anak itu ternyata jeritan batin mereka. Kami berharap banvak pikhaak menoleh dan peduli pada apa yang mereka rasakan.