BELAJAR DARI KEJADIAN DEMI KEJADIAN
Sepanjang tahun 2017-2019 hari-hari publik negeri ini tersuguh ratusan berita di media massa juga lini masa media sosial kita tentang kasus-kasus kejahatan kemanusiaan khusunya terhadap anak-anak. Dalam kurun waktu 3 tahun tercatat oleh KPAI (Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia): 2017 terdapat 4.579 kasus, 2018 tercatat 4.885 kasus sedangkan pada tahun 2019 KPAI belum merilis total kasus yang terlaporkan, naum hingga pertengahan tahun 2019 lalu jumlah kasus cenderung naik terutama perundungan dan kekerasan seksual. Di Jawa Timur saja di tahun 2019 terdapat 900 kasus lebih kasus kekerasan dan terdapat 150 lebih kasus kekerasan pada anak-anak.
Fakta-fakta naiknya kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi di ruang pendidikan dan agama (yang terlapor)menempati ranking tertinggi di Indonesia. Data KPAI tahun 2019 kasus kekerasan seksual sebesar 236 kasus dan 123 kasus (55%) terjadi di ruang pendidikan dan agama (71 anak perempuan dan 52 anak lakilaki)
menjadi persoalan yang sangat memperihatinkan karena ruang pendidikan dan agama merupakan ruang institusi yang terbaik dan terperaya dalam membangun nilai-nilai positif dalam tumbuh kembang anak. Di sisi lain, salaha satu program unggulan pemerintah yang bisa mendatangkan devisa terbesar kedua adalah industri pariwisata. Namun beriringan meningkatnya promosi wisata Indonesia, ECPAT Indonesia di tahni 2018 mencatat bahwa terdapat 240.000 pekerja seks yang tercatat dan ditemukan terdapat 339 anak yang menjadi ESKA (eksploitasi seksual komersial anak).
Namun fakta di lapangan banyak ditemukan transaksi seksual pada anak-anak remaja usia antara 15-17 tahun melalui jaringan chat room online seperti twitter, bee talk, me chat, Instagram dan blued
serta masih banyak aplikasi chat room yang terus muncul paling tidak setahun sekali dimana semua anak remaja kini dengan mudah mengunduh dan menggunakan aplikasi tersebut.
Selengkapnya: Klik Di Sini