Sumber: Pinterest
ALIT INDONESIA – “Masa kecil aku lebih banyak mainnya, daripada belajarnya. Yang penting aku bahagia dan nggak stress gitu aja sih kalo orang tua aku.” Ni Kadek Bumi atau yang akrab disapa Bumi bercerita tentang masa kecilnya dengan wajah yang cerah. Dia menceritakan dengan penuh semangat masa kecilnya yang bahagia, yang membentuk dirinya menjadi pribadi yang yakin dan percaya diri seperti saat ini.
Bumi merupakan salah satu perempuan yang lahir dan tumbuh di Pulau Bali. Ceritanya cukup kontras dengan stigma yang melekat terkait dengan mengakarkan budaya patriarki di Pulau Dewata.
Stigma yang menggambarkan ketimpangan gender yang terjadi antara anak laki-laki dan perempuan di Bali. Dimana anak laki-laki selalu diutamakan dalam keluarganya, sedangkan kedudukan anak perempuan cenderung di-nomorduakan. Sehingga dominasi laki-laki cukup kuat di berbagai aspek.
Seiring waktu, kakunya budaya patriarki yang berlaku mulai mengendur. Ini sejalan dengan beragamnya budaya yang dibawa oleh turis manca negara yang masuk ke Bali. Ragam budaya inilah yang membuka sedikit demi sedikit cara berfikir masyarakat serta pengaruh kebijakan pemerintah mengenai peningkatan kualias pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat Bali.
Di tengah berkembangnya stigma tersebut, muncul banyak sosok perempuan yang membawa inspirasi bagi sekitarnya dan membuka ruang sosial bagi dirinya. Mereka yang berjuang untuk sekitarnya dan berani membuktikan diri mereka bahwa mereka bisa setara dengan laki-laki.
Tentu saja ini tidak lepas dari bagaimana orang tua dan orang di sekitarnya membentuk kepribadian mereka. Salah satunya adalah Bumi. Terlahir sebagai anak perempuan, tidak menyurutkan semangatnya untuk menggapai tujuannya untuk hidup berkecukupan. Dukungan yang diberikan keluarganya pada setiap keputusan yang Bumi ambil menjadi dorongan bagi Bumi untuk melakukan segala sesuatu dengan konsekuen.
Misalnya seperti ketika Bumi memilih menempuh pendidikan program strata dua (S2) sambil bekerja. Susah membagi waktu menjadi kendala utama Bumi saat ini. Meski ibunya melarang pada awalnya, Bumi berusaha membagi waktu dengan mencicil sedikit demi sedikit tesisnya. Upaya ini mampu meluluhkan hati orang tuanya untuk semakin mendukung setiap langkahnya.
Selain itu, keaktifan Bumi di organisasi yang ada di Banjar dan pengabdiannya untuk lingkungan sekitarnya, menjadikannya lebih mudah diterima di masyarakat. Bumi memiliki tiga prinsip yang membuatnya bisa mendapatkan ruang tersendiri di dalam masyarakat sekitar.
Pertama, pandangan bahwa semua manusia itu sama dan setara. Kedua, “Aku berusaha yang terbaik untuk berguna bagi orang lain”, dan ketiga, “Jadi manusia harus belajar dan berani mengambil kesempatan,” tutur Bumi.
Selain cerita tentang Bumi, masih ada cerita dari teman-teman lain yang tidak kalah menginspirasi, dalam proses perjuangannya untuk mendapatkan ruang yang setara di masyarakat sekitarnya dengan menunjukkan potensi diri dan pengabdiannya.
To be continue….
Penulis : Riris Agustina Anggraini
Editor : Ranau Alejandro
Sumber :
Pahlevi, R. (2022). Indeks Ketimpangan Gender Indonesia, Terburuk di Bidang Politik. Retrieved December 9, 2022, from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/07/18/indeks-ketimpangan-gender-indonesia-terburuk-di-bidang-politik
Sadya, S. (2022). WEF: Kesetaraan Gender Indonesia Membaik pada 2022. Retrieved December 9, 2022, from https://dataindonesia.id/ragam/detail/wef-kesetaraan-gender-indonesia-membaik-pada-2022
Ni Kadek Bumi, diwawancarai oleh Riris Agustina Anggraini, December 2022.
Walby, S. (1990). Theorizing Patriarchy. Oxford: Basil Blackwell.