
Ketika gerakan buruh tumbuh pada akhir abad ke-19, para pekerja mulai berorganisasi dan menuntut kondisi kerja dan upah yang lebih baik. Salah satu tuntutan utama gerakan ini adalah diakhirinya pekerja anak di Amerika Serikat. Pada tahun 1884, Federation of Organized Trades and Labour Unions (yang kemudian menjadi American Federation of Labour) mengeluarkan resolusi yang menyerukan delapan jam kerja sehari dan larangan pekerja anak.
Pada tahun 1910, NCLC (National Child Labor Commite) meluncurkan kampanye untuk undang-undang pekerja anak nasional, yang akan menetapkan usia minimum untuk bekerja dan menetapkan hukuman bagi pelanggaran. Kampanye tersebut berhasil, dan pada tahun 1916, Kongres mengesahkan Undang-Undang Pekerja Anak Keating-Owen. Undang-undang melarang mempekerjakan anak-anak di bawah usia 14 tahun di pabrik dan tambang, dan membatasi jam dan kondisi kerja untuk anak-anak berusia 14-16 tahun.
Perayaan Hari Buruh dengan cepat menyebar ke seluruh Dunia. Gerakan Hari Buruh Juga Dilakukan Di Indonesia. Protes pertama berlokasi di Surabaya pada tanggal 1 Mei 1918 ketika hari Kung Tang Hwee Koan memperingati Hari Buruh pertama kali di Indonesia. Gerakan buruh di Indonesia dari awalnya gencar disuarakan oleh Kaum Komunis / Kaum Sosialis. Nama Semaun, Sneevliet yang bekelindan dengan gerakan Syarikat Islamnya HOS Tjokroaminoto.
Perjuangan untuk mengakhiri pekerja anak adalah bagian penting dari dorongan gerakan buruh untuk kondisi kerja dan upah yang lebih baik. Dengan mempekerjakan anak-anak, pemberi kerja dapat membayar upah lebih rendah dan menghindari biaya pelatihan dan langkah-langkah keselamatan, menempatkan anak pada posisi yang tidak Aman.
Hari ini adalah hari Buruh, hari ini menjadi hari penting. Pekerja anak tidak hanya sekedar masalah moral namun mengancam harapan untuk menjadi bangsa yang makmur dan Berdikari. Orang tua dan pemuda harus Didorong mendapatkan pekerjaan yang layak serta upah yang cukup agar keluarga berdaya dan mampu Berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi Negara.