Pandemi membuat Bali terbungkam. Aktivitas pariwisata sepi, menyurutkan pendapatan ekonomi masyarakat. Tapi di Tampak Siring, salah satu desa binaan Alit Indonesia dalam Program Dewa Dewi Ramadaya menyatakan diri tidak akan menyerah dengan keadaan. Meskipun pariwisata belum lagi penuh dibuka, apalagi dengan serangan gelombang kedua Covid 19 yang sudah masuk Indonesia, anak-anak muda dan warga desa Tampak Siring terus bergeliat untuk membangun pariwisata yang ramah anak dan berbasis kebudayaan. Waktu yang ada digunakan untuk menyiapkan anak-anak muda yang menjadi garda depan pemajuan desanya dengan tetap melindungi anak-anak desa tersebut dan mendorong para orang tuanya menciptakan ketahanan ekonomi. Itulah titik tekan pada program Dewa Dewi Ramadaya.
Dua puluh anak muda Desa Tampak Siring yang menjadi Duta Desa Dewa Dewi Ramadaya terpilih dari perwakilan 13 banjar desa Tampak Siring. Banjar yang tergabung di dalam desa Tampak Siring adalah Sareseda, Mantring, Penaka, Geriya, Tegal Suci, Tengah, Kawan, Kelodan, Buruan, Kulu, Kulub, Bukit, dan Eha. Duta remaja akan diberi pelatihan modul dengan tujuan untuk mendorong mereka memahami jati diri anak bangsa pada diri mereka dan memiliki kebanggaan sebagai tuan rumah di desa mereka sendiri. Peningkatan pengetahuan dan kapasitas kemampuan duta remaja ,dalam berbagai aktifitas, akan berfokus pada 8 unsur kebudayaan, yaitu wastra (sandang), waskita (spiritual), wicaksana (tata cara dan hukum adat), wisma (bangunan dan lansekap), wareg (makanan), wasis (pendidikan), dan waras (tata cara kesehatan dengan cara tradisional) dan waruga (gerak fisik motorik, olah tubuh dan pertahanan diri)
Pada bulan Desember lalu, pelatihan modul pertama anak remaja dimulai dengan saling berkenalan diantara mereka. Meskipun tergabung dalam satu desa yang sama, tidak semua anak saling mengenal satu dengan yang lain. Pada pelatihan ini, mereka mendapat kesempatan untuk bertemu dan berkenalan. Antusias anak-anak semakin terasa saat permainan rujakan dilakukan bersama-sama. Gelak tawa dan semangat mereka membuyarkan kekakuan dan rasa sungkan. Setelah beberapa permainan dilakukan untuk mencairkan suasana, anak-anak diajak untuk berpartisipasi dalam memberikan pendapat tentang apa yang mereka harapkan dan khawatirkan dalam mengikuti pelatihan. Permainan memang digunakan sebagai salah satu metode belajar, karena dengan rasa yang menyenangkan, materi dari modul akan lebih mudah diterima. Beragam jawaban dikemukakan setiap anak pada kertas plano kuning dan hijau. Namun ada jawaban kritis yang menarik dari seorang duta, dimana di kolom kekhawatiran ia tuliskan “ ga tau”, sebagai bentuk ketidaktahuan apa yang ia perlu khawatirkan dalam mengikuti pelatihan. Spontan semua yang mendengar tertawa. Namun, jawaban ini justru mengingatkan saya untuk memiliki tetap pola pikir sederhana seperti anak-anak dimana mereka mejalani hari demi hari tanpa terbeban rasa khawatir akan kondisi gunjang ganjing dunia. Setiap hari, kita dapat memulai dengan semangat untuk hidup, berkarya dari apa yang mampu kita pikir, dan diakhiri dengan ucapan syukur kepada Pencipta.
Di penghujung tahun 2020 ini pun, Children Center Alit Bali telah juga memulai untuk membudidayakan tanaman endemik, seperti bibit sayur serta bunga yang dapat ditemukan di desa Tampak Siring seperti bunga gumitir, bunga pacah dan sayur-sayuran. Hal ini dilakukan sebagai langkah awal untuk menyemangati para warga desa melakukan hal yang sama di rumah-rumah mereka. Sehingga, diharapkan mereka bisa memanfaatkan tanaman itu sebagai bahan makanan yang siap panen di rumah mereka sendiri. Bunga-bungaan juga dapat dimanfaatkan sebagai kebutuhan upacara harian. Yang biasanya harus beli, jika ini bisa dilakukan semua oleh para warga desa, maka mereka tidak perlu lagi menunggu pasokan dari luar Bali atau bahkan dari luar mereka. Kebutuhan-kebutuhan harian bisa didapatkan dari tanah atau kebun rumah mereka sendiri. Semangat akan nilai kedaulatan hidup serta perlindungan anak sebagai generasi penerus inilah yang sedang dikembangkan dalam Program Dewa Dewi Ramadaya.
Penulis: Paskalina Putri Harisan, Korwil Alit Bali